DIALOG TENTANG SHALAT TARAWEH, 23 ATAU 11 RAKA’AT?
SOAL: Ada anggapan dari segelintir orang bahwa mayoritas umat Islam shalat tarawehnya tidak sesuai dengan Sunnah, karena melakukannya dalam 20 raka’at, bukan 8 raka’at. Bagaimana tanggapan Anda?
JAWAB: Justru anggapan segelintir orang tersebut yang keliru. Sejak masa Khulafaur Rasyidin shalat taraweh dilaksanakan dalam 20 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witirnya.
SOAL: Mereka beranggapan bahwa dasar shalat taraweh itu 8 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witir adalah hadits riwayat al-Bukhari berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلىَ اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
“’Aisyah radhiyallahu anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melebihi 11 raka’at (shalat malam), baik dalam bulan Ramadhan maupun selainnya.” (HR. al-Bukhari).
Bagaimana tanggapan Anda?
JAWAB: Hadits ‘Aisyah dalam riwayat al-Bukhari di atas memang bukan dalil shalat taraweh. Coba perhatikan, Imam al-Bukhari menulis bab sebelum hadits di atas begini:
بَابُ قِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ
Bab shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan dan lainnya.
Dari penyajian al-Bukhari di atas, para ulama memberikan beberapa kesimpulan berikut ini:
Pertama, hadits Aisyah di atas tidak memberikan pengertian bahwa shalat melebihi 11 raka’at hukumnya tidak afdhal (tidak utama), apalagi terlarang atau bid’ah.
Kedua, hadits tersebut hanya menginformasikan bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah lebih dari 11 raka’at, baik ketika bulan Ramadhan maupun di luarnya.
Ketiga, informasi bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah lebih dari 11 hanya berdasarkan sepengetahuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
SOAL: Apakah ada bukti riwayat lain bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari 11 raka’at?
JAWAB: Ya ada beberapa bukti.
Dalam satu riwayat, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru 13 raka’at.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ
“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat malam 13 raka’at.” (HR. Muslim, Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/157] dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya [2/191]).
Shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak 13 raka’at justru diriwayatkan dari beberapa shahabat antara lain, Zaid bin Khalid al-Juhani, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum.
Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 16 raka’at.
عن علي - رضي الله تعالى عنه - (قال: كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصلي من الليل ست عشرة ركعة سوى المكتوبة).
Dari Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan shalat pada malam hari sebanyak 16 raka’at, selain shalat maktubah (fardhu)”. HR al-Imam Ahmad dengan sanad yang para perawinya tsiqat (dipercaya).
Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 17 raka’at.
روى أبو الحسن بن الضحاك عن طاوس مرسلا (قال: كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصلي من الليل سبع عشرة ركعة).
Abu al-Hasan bin al-Dhahhak meriwayatkan dari Thawus secara mursal, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan shalat pada malam hari 17 raka’at”. (Al-Shalihi al-Syami, Subul al-Huda wa al-Rasyad fi Sirah Khair al-‘Ibad, juz 8 hlm 294).
Dari beberapa versi riwayat yang sampai kepada kita, ternyata shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada 9 riwayat yang berbeda, mulai dari 4, 7, 8, 9, 6, 11, 13, 16 dan 17 raka’at. Semuanya diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.
SOAL: Berarti kelompok yang memastikan shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya 11 raka’at tidak mengetahui tentang beberapa versi riwayat yang ada dalam kitab-kitab hadits?
JAWAB: Mungkin begitu. Dan atau mungkin juga tahu, tetapi memahaminya dengan kacamata olah raga. Misalnya dia berpikir bahwa riwayat 11 raka’at ada dalam Shahih al-Bukhari, dengan begitu berarti 11 raka’at lebih kuat dari riwayat yang lain. Padahal dalam memahami hadits, sistimatika yang diambil oleh para ulama bukan adu kekuatan riwayat.
SOAL: Kalau memang versi shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam paling banyak 17 raka’at, lalu bagaimana kalau kita shalat lebih dari 17 raka’at?
JAWAB: Shalat malam termasuk shalat sunnah mutlak yang tidak dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَم صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat malam dikerjakan 2 raka’at, 2 raka’at. Apabila salah seorang kamu khawatir shubuh, shalatlah 1 raka’at, sebagai witir bagi shalat yang telah dikerjakan.” (HR. al-Bukhari [990]).
Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa shalat malam tidak memiliki batas tertentu, misalnya harus 8 atau 10 raka’at. Akan tetapi shalat malam boleh dikerjakan berapa saja, dengan dilaksanakan 2 raka’at, 2 raka’at. Dalam hadits lain juga diriwayatkan:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُوْتِرُوْا بِثَلاَثٍ تَشَبَّهُوْا بِالْمَغْرِبِ وَلَكِنْ اَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ بِسَبْعٍ أَوْ بِتِسْعٍ أَوْ بِاِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً أَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ. أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ ، وَالْبَيْهَقِىُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mengerjakan shalat witir 3 raka’at, menyerupai shalat maghrib. Akan tetapi berwitirlah 5, 7, 9. 11 raka’at, atau lebih banyak dari itu.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [1/446], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [3/31], Ibnu Hibban dalam Shahih-nya [6/185], Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/184]). Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish al-Habir.
Dalam hadits di atas, terdapat perintah menunaikan shalat witir dengan 7 raka’at, 9 raka’at, 11 raka’at, atau lebih banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa shalat malam, termasuk shalat taraweh lebih dari 11 raka’at, yaitu 23 raka’at, tidak termasuk bid’ah, bahkan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits shahih.
SOAL: Mengapa shalat taraweh yang dilakukan oleh umat Islam sebanyak 23 raka’at?
JAWAB: Mayoritas umat Islam melakukan shalat taraweh sebanyak 23 raka’at, karena jumlah itu yang dilakukan pada masa sahabat, yaitu masa Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum. Al-Imam al-Tirmidzi berkata dalam kitabnya al-Sunan:
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ، فَرَأَى بَعْضُهُمْ: أَنْ يُصَلِّيَ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً مَعَ الوِتْرِ، وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَهُمْ بِالمَدِينَةِ.
وَأَكْثَرُ أَهْلِ العِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ، وَعَلِيٍّ، وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً، وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَابْنِ الْمُبَارَكِ، وَالشَّافِعِيِّ.
وقَالَ الشَّافِعِيُّ: وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً.
وقَالَ أَحْمَدُ: رُوِيَ فِي هَذَا أَلْوَانٌ وَلَمْ يُقْضَ فِيهِ بِشَيْءٍ.
وقَالَ إِسْحَاقُ: بَلْ نَخْتَارُ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ.
Ahli ilmu (para ulama) berbeda pendapat tentang shalat malam pada bulan Ramadhan. Sebagian berpendapat, untuk menunaikan shalat 41 raka’at bersama witir, yaitu pendapat penduduk Madinah. Pengamalam berlaku seperti ini di kalangan mereka di Madinah.
Mayoritas ahli ilmu mengikut apa yang diriwayatkan dari Umar, Ali dan lain-lain dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu 20 raka’at. Ini adalah pendapat al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan al-Syafi’i.
Al-Syafi’i berkata: Demikianlah aku menjumpai di negeri kami di Makkah, mereka menunaikan shalat 20 raka’at.
Ahmad berkata: Dalam hal ini telah diriwayatkan beberapa versi, dan tidak pernah dipastikan dengan batasan tertentu.
Ishaq berkata: Kami memilih 41 raka’at sesuai apa yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab. (Sunan al-Tirmidzi, juz 2 hlm 162).
SOAL: Apakah riwayat taraweh 23 raka’at dari para sahabat itu riwayat yang shahih?
JAWAB: Pelaksanaan shalat taraweh secara terorganisir dengan satu imam dan di awal malam, belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. pelaksanaan shalat taraweh tersebut baru dilakukan pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab. Pada awal mula shalat taraweh digagas oleh Khalifah Umar, dilakukan dengan 8 raka’at, plus witir 3 raka’at, dengan imam Ubai bin Ka’ab dan Tamim al-Dari. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’.
Kemudian pada masa-masa selanjutnya, shalat taraweh dilakukan dengan 20 raka’at, dan 3 witir, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’ juga dari jalur Yazid bin Khushaifah. Hal ini dilakukan untuk meringankan kepada jama’ah yang menunaikan shalat taraweh pada waktu itu. Karena ketika shalat taraweh dilakukan dalam 8 raka’at, para imam membacakan 50 atau 60 ayat dalam setiap raka’at, sehingga shalat taraweh selesai menjelang terbitnya fajar. Kemudian karena hal ini dianggap memberatkan bagi jama’ah, lalu sistemnya dirubah menjadi 23 raka’at, di mana dalam setiap raka’at, sang imam hanya membaca 20 atau 30 ayat. Sehingga sedikitnya ayat yang dibaca dalam shalat, dapat tertutupi dengan jumlah raka’at yang lebih banyak.
Pelaksanaan shalat taraweh 23 raka’at padamasa Khalifah Umar tersebut telah dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam al-Khulashah dan al-Majmu’, al-Zaila’i dalam Nashb al-Rayah, al-Subki dalam Syarh al-Minhaj, al-Hafizh Ibnu al-‘Iraqi dalam Tharh al-Tatsrib, al-‘Aini dalam ‘Umdah al-Qari, al-Suyuthi dalam al-Mashabih, Ali al-Qari dalam Syarh al-Muwaththa’, al-Nimawi dalam Atsar al-Sunan dan lain-lain. Syaikh Ismail al-Anshari, salah seorang ulama Wahabi kontemporer telah menshahihkan riwayat tersebut dalam dalam kitabnya, Tashhih Hadits Shalat al-Tarawih ‘Isyrin Rak’ah wa al-Radd ‘ala al-Albani fi Tadh’ifih. Kitab ini sangat bagus untuk dibaca.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, shalat taraweh tetap dilakukan dalam 23 raka’at, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (juz 2 hal. 496). Shalat taraweh dengan jumlah 23 raka’at berlangsung hingga masa-masa berikutnya. Kecuali penduduk Madinah yang melakukannya 39 raka’at dan 41 raka’at sejak masa Salaf sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.
SOAL: Bagaimana dengan shalat taraweh menurut Madzhab Empat?
JAWAB: Menurut madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, jumlah maksimal shalat taraweh adalah 20 raka’at ditambah 3 raka’at shalat witir. Hal ini berdasarkan shalat taraweh yang diriwayatkan dari Khalifah Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum. Sedangkan menurut madzhab Maliki, jumlah raka’at shalat taraweh menurut riwayat yang populer dari Imam Malik adalah 46 raka’at, selain raka’at witir, sebagaimana diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari. Oleh karena itu pandangan yang membid’ahkan shalat taraweh lebih dari 11 raka’at adalah pandangan yang bid’ah dan tidak sesuai dengan ijma’ ulama salaf yang shaleh. Wallahu a’lam